Friday, March 7, 2008

10.000 BC (2008)

Genre : Action/Adventure/Drama

Pemain : Steven Strait, Camilla Belle, Cliff Curtis, Omar Sharif

Sutradara : Roland Emmerich

Penulis : Harald Kloser, Roland Emmerich

Produser : Michael Wimer, Roland Emmerich


Distributor : Warner Bros.


Durasi : 109 menit



D'Leh : [in the pit, after deciding to not kill the Saber-tooth] "Do not eat me when I save your life!"


Film ini saya tonton tanpa ekspektasi yang berlebihan. Apalagi sih yang diharapkan dari seorang Emmerich selain efek CGI yang mendominasi? Dari trailer-nya hal itu sudah terlihat dan membuat saya cukup excited untuk menonton filmnya. Tapi lama-kelamaan, saya punya firasat kalau film ini bakal punya kualitas semenjana. Dan ternyata itu memang terbukti.

Sesuai judulnya, film ini mengambil setting ribuan abad sebelum masehi, dimana manusia masih hidup berdampingan dengan makhluk-makhluk pra-sejarah semacam mammoth dan kawan-kawannya. Di sebuah pegunungan terpencil hidup suatu suku bernama suku Yagahl. Suatu malam, salah seorang penduduknya membawa seorang gadis kecil dari suku lain yang desanya baru diserang oleh suatu suku yang disebut "setan berkaki empat". Sang "ibu tua" dari suku Yagahl meramalkan bahwa gadis tersebut, yang bernama Evolet, suatu saat akan memegang peranan penting terhadap kelangsungan suku tersebut. Evolet lalu berkenalan dengan seorang anak bernama D'Leh. Merasa cocok satu sama lain, hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya saling jatuh cinta.
Saat beranjak dewasa, hubungan mereka diuji ketika daerah tempat tinggal mereka diserang suku yang dulu pernah menghancurkan desa Evolet. Suku tersebut menculik Evolet dan sebagian penduduk lain. Melihat hal ini, D'Leh tidak tinggal diam dan berniat membawa kembali Evolet dengan bantuan teman dekat ayahnya, Tic Tic, juga Ka'Ren dan Baku, bocah yang diam-diam mengikuti mereka.

Di tengah perjalanan, mereka sempat terpisah dan harus menghadapi keganasan alam dan hewan-hewan buas. Lalu D'Leh dan Tic Tic bertemu dengan suatu suku yang menganggap D'Leh adalah orang yang selama ini mereka tunggu berdasarkan suatu ramalan. Dan akhirnya suku tersebut mau membantu D'Leh untuk menyelamatkan Evolet dan penduduk lainnya. Dengan pasukan barunya, D'Leh mengejar para penculik Evolet yang membawa mereka pada sebuah peradaban yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka mendapati sebuah piramid yang menjulang tinggi, tempat kekuasaan seorang "dewa" yang gemar memperbudak rakyatnya. Demi menyelamatkan sukunya, D'Leh berusaha untuk melawan sang "dewa" beserta pasukannya.

Sebagai sebuah epik kolosal, film ini cukup berhasil menampilkan adegan action menarik dengan setting yang megah. Efek CGI-nya juga terbilang cukup mulus, terutama untuk penggambaran makhluk-makhluk pra-sejarahnya. Tapi sayang, plotnya sangat dangkal, so predictable and flat. Ditambah penampilan para pemainnya yang jauh dari kesan bagus, terutama sang pemeran utamanya—Steven Strait yang tidak berkharisma sebagai seorang pemimpin suku. Sangat jauh jika dibandingkan dengan penampilan Gerard Butler di 300.

Ada juga beberapa hal yang janggal dan cukup mengganggu jalan cerita film ini. Misalnya saja setting piramid yang terlalu megah, it's so over the top, IMHO. Terus Camilla Belle yang terlalu cantik sebagai seorang wanita jaman purba, walaupun mukanya dibuat sekotor apapun. Ditambah dengan penamaan karakter-karakternya yang mungkin wajar saja bagi Emmerich, tapi di telinga saya terdengar begitu konyol. Selain itu, ada beberapa dialog yang misplace. Banyak penonton yang tertawa saat sebenarnya tidak ada yang perlu ditertawakan. And suddenly, I feel that this movie turns into a joke.

Terakhir yang ingin saya komentari adalah penampilan main villain-nya. Kalah jauh dengan penampilan Xerxes di 300 yang biarpun "banci dandan" tapi setidaknya masih punya aura jahat. Di film ini, sang villain alias "dewa" benar-benar membuat saya kesal. Bukan karena saking jahatnya atau karena pemerannya sangat brilian sehingga berhasil membuat penonton geregetan dengan aktingnya. Melainkan lebih karena dia tampak tidak punya kualitas apapun untuk disebut sebagai dewa. Tampilannya yang sok misterius bukannya memberi kesan keagungan seorang dewa, malah membuat ia tampak seperti seorang pesakitan. Momen terbaik selama menonton film ini adalah ketika lampu bioskop mulai menyala—tanda bahwa kekonyolan ini sudah berakhir. Thank God!

3/10

No comments:

Post a Comment