Wednesday, October 13, 2010

Lilja 4-ever (2002)

Genre : Crime/Drama

Pemain : Oksana Akinshina, Artyom Bogucharsky, Pavel Ponomaryov

Sutradara : Lukas Moodysson

Penulis : Lukas Moodysson

Distributor : Sonet Film

Durasi : 109 menit

MPAA : Rated R for strong sexual content, a rape scene, drug use and language



"I'm not your property. Think you can buy me? You can't buy me. You can't buy my heart and soul."

-Lilja-

Lilja 4-ever adalah feature film ketiga dari salah seorang sineas handal asal Swedia, Lukas Moodysson. Tidak seperti dua filmnya terdahulu—Show Me Love dan Together yang bernuansa ceria, kali ini Moodysson membuat perubahan drastis dengan menghadirkan cerita yang kelam dan depresif. Konon, skrip yang ditulis Moodysson terinspirasi dari kejadian nyata mengenai seorang gadis remaja asal Lithuania bernama Danguole Rasalaite yang menjadi korban sindikat perdagangan manusia. Kisah tragis ini sempat menjadi headline di Swedia tahun 2000. Meski tidak mengangkat langsung kisah hidup Rasalaite, Moodysson mencoba untuk menggambarkan betapa kejamnya isu human trafficking melalui sudut pandang si korban dalam film ini.

Opening scene-nya memperlihatkan seorang gadis dengan wajah penuh luka memar berlari di jalanan dalam keadaan panik. Dengan diiringi lagu Mein Herz brennt dari Rammstein, ketakutan yang dialami gadis tersebut semakin terasa. Kemudian setting berpindah ke tiga bulan sebelumnya, di sebuah negara yang merupakan bagian dari former Soviet Union. Diceritakan bahwa gadis tadi bernama Lilja. Kala itu, kegembiraannya sedang memuncak karena ia akan pindah ke Amerika bersama ibunya yang telah memiliki kekasih baru. Namun impiannya seolah direnggut saat ibunya memutuskan untuk tidak mengajak Lilja. Ibunya menjanjikan bahwa Lilja bisa menyusul nanti. Dari sini, pertanda buruk sudah mulai terlihat. Adegan perpisahan Lilja dengan ibunya adalah salah satu adegan paling memilukan dalam film ini. Tangis histeris Lilja, serta sekilas ekspresi ibunya yang tampak tidak tega tapi dengan egoisnya tetap pergi meninggalkan anaknya. Damn! It's so heartbreaking.


Sepeninggal ibunya, Lilja dititipkan pada bibinya yang cenderung a
patis. Ia dipaksa pindah dari tempat tinggalnya ke sebuah flat kumuh. Tanpa pengawasan orang dewasa, ia bebas berpesta bersama teman-temannya disana. Namun kesenangan itu hanya sesaat, karena ia masih merasakan kekosongan di hatinya yang dahulu diisi oleh sosok sang ibu. Sudah dapat diduga, ibunya memang benar-benar berniat untuk selamanya pergi dari kehidupan Lilja. Nasib Lilja tidak bertambah baik saat teman dekatnya tiba-tiba menyebarkan berita bohong tentang dirinya. Hal ini membuatnya menjadi bahan cemoohan di lingkungannya. Satu-satunya orang yang tetap setia menemaninya hanyalah Volodja (Artyom Bogucharsky) , bocah lelaki yang sering ditindas ayahnya sendiri. Berdua, mereka saling menopang satu sama lain demi bisa bertahan di dunia yang sangat tidak bersahabat ini.

Kehidupan yang keras sempat membuat Lilja terjerumus dalam lembah prostitusi. Dirinya seolah terselamatkan saat bertemu dengan sosok bak malaikat dalam diri seorang pria bernama Andrei (Pavel Ponomaryov). Perkenalan yang awalnya tidak disengaja akhirnya membuat mereka semakin akrab. Kemudian Andrei pun memberikan harapan indah pada Lilja. Ia menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi Lilja di Swedia. Kesempatan tersebut tentu membuat Lilja senang tak terkira karena akhirnya ia bisa terbebas dari tempat yang telah menorehkan kenangan buruk padanya selama ini. Namun apakah Andrei benar-benar memiliki niatan tulus untuk menolong Lilja? Ataukah itu hanya siasat untuk menjebak Lilja? Dari sini, film semakin menyakitkan untuk ditonton. Dari awal sampai lebih dari setengah film, penonton dipaksa menjadi saksi betapa malangnya nasib Lilja. Sepertiga akhir film adalah puncak ketragisan kisahnya. Dan inilah yang membuat saya semakin muak terhadap orang-orang bejat yang terlibat dalam bisnis terkutuk berjuluk human trafficking.


Melalui sosok Lilja yang diperankan dengan gemilang oleh Oksana Akinshina, saya dibawa menyelami kepedihan seseorang yang ditinggalkan, dikhianati, dan dijerumuskan. Akinshina membuat sosok Lilja terasa begitu nyata. Sangat menyakitkan melihat senyumnya yang tulus dan ceria direnggut paksa oleh pihak yang begitu egois dan tidak bermoral. Sekali lagi, Moodysson menunjukkan kepiawaiannya dalam hal karakterisasi. Lilja adalah salah satu karakter yang paling melibatkan emosi saya saat menonton sebuah film. Karakternya mengingatkan saya bahwa di luar sana banyak orang yang nasibnya kurang beruntung, sementara terkadang saya sendiri masih sering menggerutu dengan apa yang saya miliki. Lalu melalui karakter Volodja, saya juga diingatkan bahwa dibalik semua tragedi yang menimpa seseorang, akan selalu ada cahaya menemani untuk menerangi jalan serta menegaskan bahwa harapan itu ada.

Secara keseluruhan, film ini bukanlah tipe tontonan eskapisme yang bisa dinikmati oleh semua orang. Menurut saya film ini memang bukan untuk dinikmati, melainkan untuk dimaknai. Kandungan di dalamnya mampu membangkitkan rasa kemanusiaan serta membuka mata kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Itulah yang membuat film ini sangat layak untuk ditonton. Highly recommended!

Rating : 9/10

No comments:

Post a Comment