Sunday, June 20, 2010

Toy Story 3 (2010)

Genre : Animation/Adventure/Comedy/Family/Fantasy

Pengisi Suara : Tom Hanks, Tim Allen, Joan Cusack, John Morris, Ned Beatty

Sutradara : Lee Unkrich

Penulis : Michael Arndt

Distributor : Walt Disney Pictures

Durasi : 103 menit

MPAA : Rated G

"No Toy Gets Left Behind"

Pada tahun 1995, sebuah studio animasi bernama Pixar menggebrak dunia perfilman dengan sebuah film animasi CGI berjudul Toy Story. Selain menjadi pelopor film animasi CGI, film ini juga menjadi awal kesuksesan besar bagi Pixar yang pada tahun 2006 lalu diakuisisi oleh Disney. Toy Story juga menjelma menjadi sebuah franchise yang begitu populer setelah jilid keduanya yang rilis pada 1999 lalu berhasil meraih kesuksesan luar biasa. Di luar itu, kisah dalam Toy Story memang pantas digemari mulai dari anak-anak sampai kalangan dewasa. Mengangkat tema tentang keindahan masa kecil serta disisipi dengan nilai-nilai kehidupan yang tak lekang oleh waktu, membuat kisah dalam franchise ini begitu mengena di hati. Saya sendiri adalah generasi '90-an yang tumbuh bersama film ini. Toy Story adalah bagian dari masa kecil saya yang ikut berjasa membuatnya menjadi penuh imajinasi. Sekarang, setelah saya semakin dewasa, kisah film ini berlanjut kembali. Ada rasa gembira sekaligus sedih karena walaupun saya akan kembali merasakan keindahan masa kecil melalui seri terbaru ini, tetapi saya tahu bahwa ini akan menjadi sebuah pengalaman yang sangat emosional berdasarkan premis cerita yang ditawarkan.

Setelah opening sequence penuh aksi yang ditampilkan dengan sangat seru, adegan berlanjut ke sebuah rekaman video yang memperlihatkan Andy (John Morris) sedang bermain dengan mainan-mainan kesayangannya. Rekaman ini dengan cerdas mewakili flashback yang menggambarkan momen-momen indah yang dilalui Andy bersama mainannya. Diiringi lagu You've Got a Friend In Me, mata saya mulai berkaca-kaca karena adegan ini seolah mengantarkan saya kembali ke masa kecil dulu. Setelah video ini berakhir, penonton dibawa menuju masa kini dimana Andy sudah tumbuh menjadi remaja berusia 17 tahun yang siap untuk memasuki bangku perkuliahan. Sudah bertahun-tahun lamanya Andy tidak menghabiskan waktu bersama mainan-mainannya. Mengingat kini ia harus pergi meninggalkan rumah, maka ibunya menyuruhnya untuk menentukan mana barang yang akan ia bawa serta barang yang akan disimpan di gudang atau dibuang. Disini, nasib para mainan mulai ditentukan. Mereka tahu bahwa hari ini akan tiba, tinggal menunggu waktu saja apakah mereka akan tetap disimpan atau kemungkinan yang paling buruk—dibuang.


Woody (Tom Hanks)—figur pemimpin bagi para mainan ini bernasib paling baik karena Andy memutuskan untuk membawanya. Mainan yang lain diputuskan untuk disimpan di loteng, tapi karena suatu kesalahan mereka hampir saja terbawa truk sampah. Nasib baik akhirnya datang, karena mereka kini dibawa ke Sunnyside Daycare, sebuah tempat penitipan anak yang tentunya dipenuhi dengan anak-anak yang bisa mengajak mereka bermain setiap saat. Woody, yang loyalitasnya kepada pemiliknya tidak perlu dipertanyakan berusaha membujuk teman-temannya untuk pulang ke rumah Andy. Namun, mereka sudah terlanjur sakit hati dan beranggapan bahwa tempat baru ini adalah yang terbaik yang bisa mereka harapkan. Bahkan Buzz (Tim Allen), yang selalu mendukung Woody pun memutuskan untuk tinggal. Alasan mereka untuk tinggal diperkuat dengan sambutan hangat dari para mainan yang lebih dulu menghuni Sunnyside. Mereka dipimpin oleh Lotso (Ned Beatty)—boneka beruang dengan aroma strawberry yang begitu ramah menyambut kedatangan para mainan baru. Namun, semakin lama mulai tercium bahwa Lotso memiliki agenda tersembunyi dibalik keramahannya. Pada akhirnya, para mainan kesayangan kita ini berusaha keluar dari Sunnyside dengan bantuan Woody yang berusaha untuk kembali pada Andy sebelum ia pergi meninggalkan rumah.

Menyaksikan film ini merupakan suatu pengalaman yang sangat luar biasa. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, film ini berhasil membawa saya menelusuri kembali masa kecil saya. Selain Woody dan Buzz, para mainan lain seperti Jessie (Joan Cusack), Bullseye, Rex (Wallace Shawn), Ham (John Ratzenberger), Slinky Dog (Blake Clark), Mr. & Mrs. Potato Head (Don Rickles & Estelle Harris) beserta 3 alien kecilnya juga membuat saya merasa begitu gembira. Melihat mereka beraksi di layar seperti bertemu kembali dengan teman-teman yang sudah lama tidak saya jumpai. Kehadiran tokoh-tokoh baru juga semakin memeriahkan suasana. Ken (Michael Keaton) yang digambarkan sebagai penggila fashion sanggup menghibur dengan segala kelakuannya, dan interaksinya dengan Barbie (Jodie Benson) begitu menggemaskan, seperti melihat tingkah konyol teman kita yang sedang dimabuk asmara. Kehadiran Lotso sebagai villain disini juga berhasil mencuri perhatian. Flashback yang menggambarkan masa lalunya ditampilkan dengan begitu sendu sehingga saya pun dibuat simpati dengan nasibnya.

Dengan begitu banyaknya karakter yang ditampilkan, tidak ada satu pun karakter yang terasa disia-siakan. Itulah kehebatan Pixar dengan karakterisasi tokoh-tokoh yang mereka ciptakan. Semuanya memiliki keunikan masing-masing sehingga menjadi begitu memorable. Adegan-adegan yang tersaji pun ditampilkan secara efektif dan mendetail dengan animasi yang semakin halus dibandingkan dengan dua film pendahulunya. Adegan aksi ditampilkan dengan sangat baik, membuat kita ikut merasakan ketegangan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Aksi meloloskan diri dari "penjara" Sunnyside sangat seru dan menegangkan, layaknya Prison Break dalam dunia animasi. Selain itu, humornya pun sangat segar dan menghibur. Buzz berbahasa Spanyol serta transformasi Mr. Potato Head berhasil membuat saya terbahak-bahak. Ini benar-benar sebuah hiburan yang kaya.

Film ini juga dengan berani menyentuh area yang lebih gelap dibanding film animasi pada umumnya. Tema besar mengenai existential crisis cukup dieksplorasi melalui film ini. Subjek tersebut tidak lantas membuat film ini menjadi begitu berat karena berkat keahlian tim Pixar semuanya dibalut dengan sedemikian rupa sehingga tampil menghibur sekaligus bisa dijadikan bahan renungan. Ikatan persahabatan antara Woody dan kawan-kawannya disini semakin diuji. Dan terlebih, ikatan mereka dengan sang pemilik—Andy pun ikut diuji. Masa kanak-kanak Andy sudah berlalu. Apakah dengan begitu ia akan melupakan semua kenangan masa kecilnya yang ia lalui bersama mainan-mainannya? Hal ini sangatlah menyentuh, karena menggambarkan fase kehidupan yang dilalui setiap manusia, termasuk saya. Semakin bertambahnya usia seseorang, ia akan mengalami masa transisi menuju kedewasaan. Itulah yang sedang dialami oleh tokoh utama kita, Andy. Dan secara otomatis, saya bagai diposisikan sebagai Andy. Saya yang tumbuh dengan menyaksikan 2 instalmen pertamanya bagai memiliki keterikatan emosi dengan para mainan disini, sama halnya dengan Andy. Inilah yang membuat Toy Story 3 terasa begitu emosional.

Film ini diakhiri dengan ending yang begitu menyentuh dan berhasil membuat mata saya berkaca-kaca. Solusi yang dihadirkan disini saya yakini akan memuaskan semua pihak. Perpisahan pasti terjadi, tapi bukan berarti ini akhir dari segalanya. Ini adalah akhir dari sebuah awal yang baru. Sebuah ending yang sempurna bagi para mainan yang telah mengisi masa kecil orang banyak. Terima kasih Pixar, karena telah menciptakan sebuah mahakarya luar biasa yang akan selalu dikenang.

10/10

Wednesday, June 2, 2010

Kick-Ass (2010)

Genre : Action/Crime/Thriller

Pemain
: Aaron Johnson, Christopher Mintz-Plasse, Chloe Grace Moretz, Mark Strong, Nicolas Cage

Sutradara : Matthew Vaughn

Penulis : Jane Goldman & Matthew Vaughn (screenplay) , Mark Millar & John Romita Jr. (comic book)

Distributor : Universal Pictures, Lionsgate

Durasi : 117 menit


MPAA : Rated R for strong brutal violence throughout, pervasive language, sexual content, nudity and some drug use - some involving children

Dave Lizewski : "With no power, comes no responsibility. Except, *that* wasn't true."

Pernahkah anda merasa muak dengan lingkungan sekitar anda yang penuh dengan kebusukan dan kebobrokan moral? Aksi kriminal semakin merajalela, berbanding terbalik dengan kepedulian orang terhadap sesamanya yang kian hari kian menipis. Dan pernahkah terbersit di pikiran anda untuk turun langsung ke jalan guna memberantas para pelaku kejahatan bak seorang superhero? Itulah yang dialami oleh Dave Lizewski (Aaron Johnson)—seorang remaja penggila komik yang sudah mulai gerah dengan perlakuan para preman di sekitarnya dan berniat memberantas mereka. Didasari kegemarannya akan komik-komik superhero, ia lantas menciptakan alter-ego berjuluk Kick-Ass. Dengan bermodalkan kostum ketat sederhana (jika tidak mau dibilang norak) yang ia pesan dari eBay, dimulailah aksi perdananya dalam membasmi para kriminal. Aksi pertamanya tidak berjalan mulus yang malah membuatnya cedera parah dan harus terbaring di rumah sakit. Insiden ini tidak sepenuhnya berdampak buruk karena akhirnya gadis idamannya sejak lama—Katie (Lyndsy Fonseca) mulai tertarik kepadanya, meski dengan alasan yang bisa dibilang cukup memalukan.

Tidak kapok dengan kegagalan aksi perdananya, sekali lagi Dave nekat turun ke jalan. Kali ini ia berhasil. Aksi heroiknya direkam banyak orang hingga videonya muncul di YouTube dan mendapatkan sambutan meriah. Seketika nama Kick-Ass ramai diperbincangkan di berbagai media dan menjadi trending topic di Twitter (maaf, ini cuma karangan saya—newbie yang sedang terkena histeria Twitter). Segera ia membuka akun di MySpace untuk berhubungan dengan para penggemarnya. Dengan popularitasnya yang semakin tinggi, kepercayaan dirinya pun semakin meningkat. Kali ini ia berniat menghadapi gangster yang kerap mengganggu Katie. Dengan polosnya ia mendatangi markas mereka. Dan apa yang terjadi? Ia hampir saja kehilangan nyawanya jika saja tidak muncul sosok mungil berkostum yang dengan lincahnya membasmi para gangster disana. Segera tempat itu berubah menjadi kuburan massal dengan genangan darah dimana-mana. Sosok mungil itu memperkenalkan dirinya sebagai Hit Girl (Chloe Moretz). Dan ia tidak sendiri, di belakangnya ada sosok yang juga memakai kostum layaknya seorang superhero—dia adalah Big Daddy (Nicolas Cage).

Dua sosok ini membuat Dave otomatis kehilangan kepercayaan dirinya, karena ia merasa tidak memiliki kualitas apapun sebagai seorang superhero jika dibandingkan dengan mereka yang sangat ahli dalam bela diri dan mempergunakan senjata. Dave mulai merasakan bahwa menjadi seorang pahlawan di kehidupan nyata tidak semudah seperti yang biasa ia baca di buku komik. Namun ia tidak bisa begitu saja mundur dari misi awalnya karena jejaknya sudah tercium oleh ketua sindikat kejahatan—Frank D'Amico (Mark Strong), yang merasa terganggu dengan kehadiran Kick-Ass. Nyawa Dave kini terancam. Untungnya ada Big Daddy dan Hit Girl yang bersedia bekerjasama dengannya untuk menghadapi D'Amico. Nantinya akan terungkap bahwa sebenarnya dua sosok ini memiliki agenda tersembunyi yang ternyata berhubungan dengan masa lalu mereka.

Brutal, itulah kesan yang saya dapat saat menonton film ini. Banyak aksi berdarah yang ditampilkan dan berpotensi mengganggu bagi sebagian orang karena kebrutalan tersebut melibatkan seorang gadis kecil berusia 12 tahun. Ya, sosok Hit Girl/Mindy Macready yang diperankan oleh Chloe Moretz adalah faktor utama yang dapat memicu kontroversi di kalangan penonton dengan aksinya yang sadis dan kata-kata umpatan yang acap kali keluar dari mulutnya. Cukup miris memang melihat seorang gadis kecil berkelakuan seperti itu. Tapi jika dilihat dari konteks cerita, hal ini memang relevan. Karakter lain yang tidak kalah kontroversialnya adalah Big Daddy/Damon Macready, ayah dari Mindy. Anda sepertinya sudah bisa menebak dari awal siapa yang "berjasa" membentuk karakter Mindy menjadi seperti itu. Bisa dibilang, keluarga Macready adalah gambaran ekstrim dari sebuah keluarga disfungsional. Dua karakter ini sempat membuat saya sedikit terganggu, tapi anehnya justru mereka lah yang membuat film ini menjadi semakin hidup.

Oke, bagaimana dengan karakter yang namanya dijadikan sebagai judul film ini? Yeah, Kick-Ass yang merupakan alter-ego dari seorang Dave Lizewski ternyata kalah bersinar dibandingkan dengan Hit Girl yang begitu memukau di setiap kemunculannya. Tetapi bukan berarti karakterisasinya lemah ataupun performa sang aktor—Aaron Johnson yang buruk. Justru Johnson berhasil merepresentasikan tokoh utama kita ini dengan meyakinkan. Karakterisasinya pun cukup menarik karena menggambarkan seorang remaja biasa yang mengalami kejadian luar biasa dengan tekadnya yang kuat dalam menjalani apa yang ia yakini. Beberapa orang, terutama para remaja mungkin sedikit banyak dapat melihat refleksi dirinya dalam karakter Dave Lizewski. Itulah yang membuat karakter ini begitu nyata sehingga berhasil meraih simpati penonton. Tapi sekali lagi, karakter Hit Girl yang di luar batas kewajaran akhirnya lebih mencuri perhatian dibanding karakter Kick-Ass yang lebih membumi.

Banyaknya konten violence yang ditampilkan untungnya dibalut dengan unsur fun. Bagi yang sudah skeptis duluan, mungkin akan menganggap ini sebagai tontonan yang kurang ajar dan merusak moral anak-anak. Tapi jika mau berpikiran terbuka akan terasa bahwa tontonan ini sangatlah menghibur, karena memang sepertinya itulah tujuan dari film ini. Dan perlu dicatat bahwa ini bukanlah film untuk anak-anak. Saya merasa sangat kesal saat berada di dalam bioskop karena ada beberapa anak kecil yang ikut menonton film ini. Mungkin poster promonya memang sangat colorful dengan nuansa komik yang kental sehingga berpotensi menarik perhatian anak-anak. Tapi, jika saja orangtua mereka mau peduli terhadap sistem rating (setahu saya film ini di Indonesia mendapat rating Dewasa), maka anak-anak tidak perlu ikut menjadi saksi betapa banyaknya muatan kekerasan dan unsur dewasa lainnya dalam film ini. Dan tentunya mereka tidak mungkin membuat pernyataan bahwa film ini merusak moral anak-anak.

Dengan banyaknya referensi pop culture serta selipan humor yang menggelitik, film ini terasa begitu segar. Musik latar yang dipenuhi lagu-lagu enerjik juga semakin membuat film ini terasa lebih bertenega. Aksi sadis Hit Girl pun menjadi begitu semarak dan lantas membuat penonton ikut bersorak. Dengan klimaks yang begitu mencengangkan serta ending yang membuat bibir ini tersenyum senang, saya berani mengatakan bahwa sekuel film ini wajib dibuat.

7.5/10