Sunday, April 17, 2011

Barking Dogs Never Bite (2000)


Genre : Comedy, Horror | Pemain : Lee Sung-jae, Bae Doona, Byeon Hee-bong | Sutradara : Bong Joon-ho | Penulis : Bong Joon-ho, Song Ji-ho, Derek Son Tae-woong | Distributor : Cinema Service | Durasi : 106 menit

Banyak yang mengatakan bahwa anjing adalah sahabat terbaik manusia. Meskipun saya tidak pernah bersahabat dengan anjing, namun tampaknya pernyataan tersebut sudah begitu melekat sehingga tidak penting lagi untuk didebat. Di dunia perfilman pun, sudah banyak sineas yang mengangkat tema tentang persahabatan antara manusia dan anjing peliharaannya. Satu bukti loyalitas hewan satu ini tergambar melalui sosok Hachiko, sang anjing legendaris yang kisahnya begitu menginspirasi orang banyak. Dengan loyalitasnya yang tinggi, bukan berarti anjing dicintai semua orang. Gonggongan anjing yang keras dan tidak kenal waktu bisa sangat mengganggu siapa pun, termasuk tokoh utama dalam film Barking Dogs Never Bite—sebuah debut penyutradaraan dari Bong Joon-ho yang memuat sindiran terhadap kehidupan masyarakat urban di Korea Selatan dalam balutan komedi gelap.

Tokoh utama kita adalah Yun-ju (Lee Sung-jae), si calon professor yang tampak cocok masuk dalam klub suami-suami takut istri. Dengan kehidupan pribadinya yang sudah ruwet, kehadiran suara-suara mengganggu berupa salakan anjing di sekitar apartemennya membuat Yun-ju semakin tertekan. Suatu hari ia memutuskan untuk melakukan sesuatu terhadap gangguan ini. Tak disangka, perbuatannya justru menjadi awal dari rentetan kejadian-kejadian lain yang mempertemukannya dengan karakter-karakter unik seperti si penjaga gedung (Byeon Hee-bong) yang memiliki hasrat lebih terhadap anjing, sampai Hyeon-nam (Bae Doona), si pegawai kantor yang terobsesi masuk tv dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar untuk membantu orang lain.

Awalnya, saya mengira film ini akan memancarkan aura depresif yang kental serta memuat adegan-adegan yang cukup mengganggu. Nyatanya, film ini sangatlah menghibur dengan selera humornya yang sukses memancing tawa lepas walaupun ini dikategorikan sebagai black comedy. Memang ada beberapa adegan yang cukup membuat miris dan kemungkinan terasa ofensif, terutama bagi para pecinta hewan (khususnya anjing). Namun jangan terlalu diambil hati karena itu memang bagian penting dari cerita. Percaya saja pada kalimat di awal film yang menyatakan bahwa semua anjing yang muncul di film ini diawasi oleh ahlinya. Meniru metode Wes Craven, ucapkan saja mantra ini berkali-kali : "It's only a movie...only a movie..."

Selain unsur komedinya yang efektif, film ini juga terasa mengena saat menyentuh berbagai isu sosial dalam kehidupan masyarakat modern. Tokoh Yun-ju, si suami yang tampak begitu inferior di hadapan istrinya cukup menyiratkan bahwa faktor ekonomi bisa mempengaruhi keharmonisan sebuah rumah tangga. Yun-ju juga sempat gagal meraih gelar professor hanya karena saingannya lebih unggul dalam melobi alias suap-menyuap. Hal ini menggambarkan isu yang sudah tidak asing lagi bahkan di Indonesia sendiri, bahwa gelar ataupun posisi penting bisa diraih asal kita punya duit. Lalu ada juga lelucon tentang kriteria suami ideal berdasarkan profesi. Sebuah obrolan yang menggelitik, namun sekaligus pahit.

Untuk menghidupkan adegan per adegan dalam sebuah film, salah satu komponen yang menunjang adalah performa dari aktor dan aktrisnya. Dalam film ini, semua pemain yang terlibat menunjukkan permainan akting yang memukau. Lee Sung-jae sebagai professor-wannabe yang batinnya tertekan tampil meyakinkan dan berhasil menarik simpati, walaupun beberapa aksinya di awal-awal film tidak bisa dibilang terpuji. Byeon Hee-boong sebagai janitor yang auranya mencurigakan juga cukup menarik perhatian, terutama saat ia menceritakan kisah mistis di basement apartemen yang gelap. Namun yang paling mencuri perhatian adalah Bae Doona, salah satu aktris paling ekspresif yang pernah saya lihat dalam sinema Korea. Peran-peran dengan nuansa komedi jelas sangat cocok untuknya. Interaksi dirinya dengan temannya yang bertubuh tambun adalah salah satu highlight yang membuat film ini terasa hangat dan menghibur.

Keunggulan lain yang dimiliki film ini adalah sinematografinya yang apik. Jelas terlihat bahwa Bong Joon-ho telah merencanakan semuanya dengan seksama. Mulai dari adegan pembuka saat Yun-ju berbicara di telepon sambil menghadap hijaunya pepohonan, sampai adegan kejar-kejaran di apartemen yang begitu memorable, semuanya ditampilkan dengan menawan dan tentunya enak disantap. Melalui karya debutnya ini, beliau memperlihatkan bahwa ia adalah sineas berbakat yang patut diperhitungkan. Cukup menyenangkan juga melihat ia bisa menjadikan hal-hal kecil seperti tissue toilet dan kaca spion sebagai komponen penting yang mendukung jalinan cerita. Nice touch!

Overall, sebagai sajian drama dengan sedikit elemen horor dalam balutan black comedy yang kental, Barking Dogs Never Bite secara mengejutkan tampil menghibur dan sangat layak untuk disaksikan. Sebuah awal yang menjanjikan bagi karir seorang sineas bernama Bong Joon-ho.

Rating : 8/10

1 comment:

  1. masih terkagum ama adegan yg memanfaatkan jalan yg menurun, buah2 apel menggelinding dan tissue 100m. Saat si nenek baru saja bahagia stlh berhasil mendapat sebuah apel yg dikejarnya ditebus dengan hilangnya anjing teman satu2nya, sekeranjang apelpun menjadi ga menarik.. sublime. Menonton ulang kita bisa menikmati detail2 disana sini. luar biasa

    ReplyDelete