Saturday, April 3, 2010

Sorority Row (2009)

Genre : Horror/Thriller

Pemain : Briana Evigan, Leah Pipes, Rumer Willis, Jamie Chung, Audrina Patridge, Carrie Fisher

Sutradara : Stewart Hendler

Penulis : Josh Stolberg, Pete Goldfinger

Distributor : Summit Entertainment

Durasi : 101 menit

MPAA
: Rated R for strong bloody violence, language, some sexuality/nudity and partying

"Theta Pi Must Die"


Kalau boleh jujur, salah satu alasan utama saya untuk menonton film ini adalah karena kemasannya yang tampak seperti parade cewek-cewek cantik nan seksi. Well, mungkin terdengar sedikit dangkal, tapi cowok mana sih yang tidak tergoda untuk menyaksikan sekumpulan hot babes dalam balutan pakaian mini...berlari terengah-engah...ketakutan...dengan tubuh bersimbah darah. Whoa..okay, now it sounds creepy. Haha. Tapi memang, film ini tampak ingin "menjual" para pemainnya yang didominasi oleh aktris-aktris muda yang masih fresh. Tengok saja beberapa versi posternya yang memajang pose rame-rame mereka yang dua diantaranya malah mengingatkan saya pada pose dalam poster promo serial tv The L Word dan Desperate Housewives, dengan nuansa dark tentunya. Di luar itu, saya memang menyukai genre film thriller/slasher semacam ini. Sedangkal atau semurahan apapun lusinan film model begini yang pernah saya tonton, toh saya tidak pernah kapok. It's a kind of guilty pleasure? Maybe.

Film yang merupakan remake dari The House On Sorority Row ini berfokus pada suatu insiden berdarah yang kemudian berujung pada teror dan pembunuhan berantai. Bermula dari sekelompok cewek anggota persaudaraan Theta Pi yang salah satu diantaranya, Megan (Audrina Patridge), menemukan bahwa pacarnya, Garrett (Matt O'Leary) berselingkuh. Untuk membalas dendam, ia dan teman-teman persaudaraannya merencanakan suatu skenario untuk menjebak Garrett. Megan pura-pura mati keracunan, seolah itu adalah kesalahan Garrett. Sandiwara iseng ini berjalan lancar, sampai akhirnya terjadilah petaka yang tidak diperkirakan sebelumnya. Garrett yang panik berat secara tidak sengaja malah membuat Megan benar-benar terbunuh. Kontan teman-temannya shock. Dalam keadaan serba panik tersebut, Jessica (Leah Pipes) yang paling vokal dan pegang kendali menyarankan untuk membuang jasad Megan dengan dalih agar kejadian ini tidak merusak masa depan mereka. Pada akhirnya semua setuju, kecuali Cassidy (Briana Evigan) yang bersikeras untuk mencari pertolongan dan melapor polisi. Walaupun akhirnya ia harus terpaksa tutup mulut karena "ancaman" teman-teman persaudaraannya.

Dari sini, pasti kita sudah dapat menebak kemana arah film ini selanjutnya. Hal pertama yang terlintas dalam benak saya adalah film I Know What You Did Last Summer. Ya, plot film ini sangat mirip dengan plot film yang dibintangi Jennifer Love-Hewitt tersebut. Insiden yang ditimbulkan oleh ketidaksengajaan, rahasia yang lama kelamaan semakin menghantui para pelakunya, lalu pembantaian yang tampak seperti balas dendam atas perbuatan mereka yang dilakukan oleh sosok misterius berkerudung dengan senjata khas. Semua elemen tadi muncul dalam kedua film tersebut. Sebagian mungkin ada yang masih merasa terhibur, tapi saya yakin tidak sedikit juga yang sudah merasa muak. Dengan adegan-adegan pembunuhan serta twist pada klimaks cerita yang lagi-lagi tampak tidak ada bedanya dengan film slasher kebanyakan, maka jangan harap ada sesuatu yang baru yang bisa anda dapatkan dari menonton film ini.

Yang cukup menyedihkan, untuk menutupi semua kelemahan dan kemonotonan kisah yang diangkat (terutama dalam genre semacam film ini), para produser serta filmmaker di Hollywood kadang "mengkompensasinya" melalui divisi casting dengan memajang aktor-aktris yang walaupun kurang terkenal tapi memiliki tampilan fisik rupawan. Seperti dalam film ini, tidak jadi soal apakah para pemainnya bisa berakting atau tidak, yang penting mereka memiliki tampang menjual dengan bodi ideal dan tidak takut untuk memamerkannya. Sebuah hiburan yang sangat menyenangkan bagi para penonton pria, tetapi akan terasa begitu dangkal bagi para penikmat film yang menginginkan sebuah suguhan yang jauh lebih berbobot.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, seburuk apapun film ini yang pasti saya tetap tidak akan kapok untuk menyaksikan film-film sejenis. Layaknya junk-food, walaupun sudah jelas-jelas "sampah", tapi masih banyak orang yang menikmatinya, termasuk saya. Cheers!

4/10

Friday, April 2, 2010

[Rec] 2 (2009)

Genre : Drama/Horror/Thriller

Pemain : Jonathan Mellor, Pablo Rosso, Ariel Casas, Alejandro Casaseca

Sutradara : Jaume Balaguero, Paco Plaza

Penulis : Jaume Balaguero, Manu Diez

Distributor : Filmax Entertainment

Durasi : 85 menit

MPAA : Rated R for strong bloody violence, disturbing images and pervasive language


Duet sutradara Jaume Balaguero dan Paco Plaza kembali menebar teror di layar lebar melalui sekuel dari film mereka terdahulu, [Rec]. Dengan mengusung format yang mirip film dokumenter lengkap dengan shaky camera style-nya, [Rec] berhasil menghadirkan teror yang sangat nyata dan efektif untuk menakut-nakuti penonton. Film ini semakin meramaikan genre horor yang mengeksploitasi sosok mayat hidup berjuluk zombie. Meskipun film sejenis ini sudah sering dibuat, gaya penuturannya yang unik membuat film ini tetap menarik untuk disimak.


Dalam sekuelnya ini, mockumentary style-nya masih dipertahankan. Mengambil setting beberapa saat setelah kejadian di film pertama, tokoh yang dilibatkan kali ini adalah seorang petugas medis beserta tim GEO (semacam SWAT). Mereka ditugaskan untuk mengendalikan situasi di dalam gedung yang telah dikarantina tersebut. Sudah dapat diduga, segera setelah masuk ke dalam gedung, mereka harus berhadapan dengan para penghuni yang telah berubah menjadi makhluk buas pemakan daging manusia. Selain fokus pada misi tim penyelamat tersebut, dihadirkan juga sub-plot tentang sekelompok remaja iseng yang dengan bodohnya ikut memasuki gedung tersebut. Meski tujuan awal mereka berbeda, pada akhirnya tujuan mereka hanyalah satu : keluar dari gedung tersebut dalam keadaan hidup.

Untuk yang mengira bahwa film ini akan menyajikan sesuatu yang serupa dengan prekuelnya, maka anda salah. Saya sendiri sangat terkejut dengan plot yang dihadirkan, karena bisa dibilang ini benar-benar sebuah twist dari apa yang tampak di film pertamanya. Ya, sekarang franchise [Rec] bukanlah hanya sebuah film zombie biasa. Saran saya, jangan lihat trailer-nya, karena kabarnya ada sedikit petunjuk yang dapat mengungkap plot film ini. Awalnya saya sempat dibuat jengkel dengan perubahan drastis dari apa yang dihadirkan di film sebelumnya. Tapi semakin film bergulir, saya semakin menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh penulis naskahnya bisa dikatakan cukup pintar. Dengan perubahan tersebut, film ini jadi terasa seperti sesuatu yang baru, fresh dan berbeda, meskipun saya masih merasa bahwa plotnya cenderung agak maksa.

Dalam [Rec] pertama, banyak pertanyaan yang timbul mengenai penyebab insiden yang terjadi. Semua pertanyaan tersebut terjawab dalam film ini, dengan pengungkapan yang saya yakin banyak yang tidak menduga sebelumnya. Seolah belum cukup dengan twist-plot yang disajikan, ending film ini juga mengandung twist yang tidak saya perkirakan sebelumnya. Dengan banyaknya twist yang disajikan, apakah lantas membuat film ini unggul dari film sebelumnya? Well, ternyata tidak. Adegan aksi dan unsur kaget-kagetannya masih cukup efektif, tapi kengeriannya masih kalah dibanding film pendahulunya. [Rec] pertama memang cenderung lambat di awal, tapi tensi ketegangannya berhasil dibangun sedemikian rupa sehingga atmosfer tegangnya sangat terasa. Sekuelnya ini langsung tancap gas dengan menghadirkan adegan aksi di menit-menit awalnya, tapi entah kenapa jadinya malah kurang berkesan. Dengan banyaknya sudut pandang kamera yang ada, seharusnya dapat menambah unsur ketegangannya. Tapi yang ada, saya malah seperti memainkan sebuah survival-horror game. Adegannya begitu cepat, secepat saya melupakannya.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, film ini cukup saya rekomendasikan untuk ditonton terutama bagi yang sudah menonton film pertamanya. It's a bloody yet fun ride.

6/10