Saturday, October 9, 2010

The Girl Who Leapt Through Time (2006)

Genre : Animation/Comedy/Drama/Romance

Pengisi Suara : Riisa Naka, Takuya Ishida, Mitsutaka Itakura

Sutradara : Mamoru Hosoda

Penulis : Yasutaka Tsutsui (novel), Satoko Okudera (screenplay)

Distributor : Kadokawa Herald Pictures

Durasi : 98 menit




Yuri Hayakawa : "Makoto! Time waits for no one."

Apa yang akan anda lakukan jika anda memiliki kemampuan untuk memutar waktu? Berusaha mengubah kejadian buruk di masa lalu agar menjadi lebih baik segera terlintas di benak saya—dan mungkin juga sebagian orang. Lantas, apakah dengan mengubah masa lalu maka otomatis keadaan saat ini akan menjadi lebih baik? Tidak ada jawaban yang pasti, karena saya yakin segala sesuatu akan ada konsekuensinya. Mengubah hal sekecil apapun bisa membawa dampak pada hal lain. Hukum sebab-akibat tentunya tidak bisa diabaikan. Konsep tersebut ditampilkan melalui film yang dalam bahasa aslinya berjudul Toki o Kakeru Shojo ini. Terinspirasi dari novel berjudul sama karangan Yasutaka Tsutsui, film ini mencoba menggabungkan romantika kehidupan remaja dengan elemen fiksi ilmiah.


Tokoh utama dalam film ini bernama Makoto Konno (Riisa Naka), gadis tomboy yang cenderung urakan dan ceroboh. Kegiatan rutinnya sepulang sekolah diisi dengan bermain baseball bersama dua orang t
emannya, Chiaki Mamiya (Takuya Ishida) dan Kosuke Tsuda (Mitsutaka Itakura). Suatu hari saat berada dalam lab di sekolah, ia mengalami kejadian aneh. Seolah-olah ia terbang melintasi waktu sebelum akhirnya ia terjerembab di lantai dalam keadaan setengah sadar. Awalnya ia tidak terlalu menganggap serius keanehan tersebut sampai akhirnya terjadi insiden yang mulai membuatnya yakin bahwa ia bisa "melompati" waktu. Setelah insiden tersebut, ia berkonsultasi dengan bibinya, Kazuko Yoshiyama (sang tokoh protagonis dalam novel aslinya—diisisuarakan oleh Sachie Hara). Tanpa benar-benar menceritakan pengalamannya sendiri dalam melompati waktu, bibi Kazuko kemudian menjadi figur seorang penasihat bagi Makoto.

Proses melompati waktu yang awalnya terjadi karena ketidaksengajaan pada akhirnya bisa dikontrol oleh Makoto. Bagaimana caranya? Dengan melakukan lompatan (literally) jauh a la kijang, dan ia pun bisa mundur kembali ke waktu yang diinginkannya. Kemampuan barunya ini ia manfaatkan untuk kepentingan dirinya sendiri yang cenderung sepele, seperti mengulang ujian di sekolah sampai karaoke berjam-jam tanpa membayar lebih. Makoto menganggap kemampuan barunya ini bagaikan sebuah hiburan, tanpa menyadari bahwa ada konsekuensi dibalik itu semua. Keadaan menjadi lebih serius saat Chiaki menyatakan perasaannya pada Makoto. Makoto yang tidak mau persahabatannya rusak karena masalah percintaan lalu melakukan lompatan waktu berkali-kali hanya untuk membatalkan pernyataan Chiaki. Dan Makoto juga menggunakan lompatan waktu untuk menjodohkan Kosuke dengan seorang gadis yang menyukainya. Apakah semua perbuatannya ini dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik? Ataukah justru ia akan menyesal seumur hidup atas perbuatannya tersebut?

Cerita mengenai time travel seperti ini memang sudah sering diangkat ke berbagai media, termasuk film. Namun bukan berarti tema tersebut sudah basi untuk diangkat. Hal ini tergantung pada penggarapannya juga, apakah masih sanggup menyajikan sesuatu yang menarik hingga layak ditonton. Tokikake (singkatan untuk judul aslinya) adalah salah satu contoh bagaimana tema mengenai time travel atau time leapt ini masih bisa dikemas dengan baik dan menarik. Tokikake pada dasarnya adalah coming of age story bergenre drama komedi. Di sini diperlihatkan bagaimana sikap seorang remaja biasa saat diberi kemampuan lebih. Kemampuan yang akan membawa sang pemilik pada konsekuensi mengerikan saat digunakan dengan seenaknya, tapi di sisi lain juga dapat menumbuhkan kedewasaan dalam dirinya. Hubungan persahabatan yang berkembang menjadi rasa cinta dihadirkan dengan manis, getir, sekaligus lucu. Untuk melengkapi itu semua, maka ditambahkan elemen fiksi ilmiah bertajuk time leapt. Elemen ini hadir untuk memberi impact lebih kepada para penontonnya.

Film ini diproduksi oleh Madhouse—salah satu studio animasi terkenal di Jepang yang sudah sering menelurkan anime baik untuk format televisi maupun layar lebar, diantaranya karya-karya dari almarhum Satoshi Kon (Tokyo Godfathers, Paprika). Animasi yang ditampilkan disini menurut saya cukup halus dan menawan, tidak kalah dengan animasi produksi Ghibli yang kaya warna—sungguh memanjakan mata. Desain karakternya dibuat khas anime konvensional, dengan tampilan fisik yang kadang tidak proporsional serta ekspresi wajah komikal dalam beberapa adegan—I love it! Desain lingkungannya juga digambarkan dengan baik dan mendetail. Salah satu lokasi yang paling sering disorot adalah sebuah sungai yang menghadap langsung ke flyover. Dengan sudut pengambilan gambar serta komposisi warna yang pas, adegan yang ditampilkan terasa semakin kuat dan memorable.


Komponen lain yang tidak kalah menarik adalah musik latarnya yang ikut andil dalam membangun mood film dari awal sampai akhir. Dari adegan lucu sampai momen yang menguras emosi berhasil disampaikan melalui score gubahan Kiyoshi Yoshida ini. Dengan segala keunggulan teknis serta muatan ceritanya yang menarik, tanpa ragu saya berani menyebut film ini sebagai salah satu anime terbaik yang pernah saya tonton. Apakah masih terlalu prematur untuk mengatakan bahwa Mamoru Hosoda adalah the next Hayao Miyazaki? Tanpa perlu membandingkan pun, saya yakin bahwa sineas satu ini memiliki talenta besar dalam membuat film animasi berkualitas. Patut ditunggu karya-karya beliau selanjutnya. Sebelum itu, biarkan saya kembali menyaksikan serunya aksi Makoto sang "pelompat" waktu. Yeah, it's definitely worth multiple watching.

Rating : 8/10

No comments:

Post a Comment