Monday, July 28, 2008

Definitely, Maybe (2008)

Genre : Comedy/Drama/Mystery/Romance

Pemain : Ryan Reynolds, Isla Fisher, Derek Luke, Abigail Breslin, Elizabeth Banks, Rachel Weisz

Sutradara : Adam Brooks

Penulis : Adam Brooks

Produser : Tim Bevan, Eric Fellner

Distributor : Universal Pictures

Durasi : 112 menit


Maya Hayes : "What's a threesome?"

Will Hayes : "It's a game, that adults play sometimes... When they're bored."
Maya Hayes : "...Whatever."

Saya tertarik untuk menonton film ini karena melihat berbagai review dari kritikus luar yang mayoritas positif plus premis cerita yang cukup menarik dan berbeda dibanding film komedi romantis pada umumnya. Sekilas, alur cerita film ini mirip dengan apa yang pernah ditampilkan di sitcom 'How I Met Your Mother'. Walau mungkin ide cerita film ini kurang orisinil, tapi keterlibatan aktor aktris yang cukup menjanjikan dalam proyek ini tentunya patut disimak.

Bercerita tentang seorang pria beranak satu—Will Hayes (Ryan Reynolds), yang pernikahannya sedang di ambang perceraian. Suatu malam, putrinya—Maya (Abigail Breslin) meminta Will untuk menceritakan kisah yang selama ini belum pernah ia ketahui, yaitu pertemuan ayah dan ibunya di masa lalu sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Will yang semula enggan akhirnya bersedia menceritakan kisah tersebut dengan mengubah nama tiga wanita yang pernah mengisi masa lalunya agar Maya menebak siapa diantara ketiga wanita tersebut yang akhirnya menikah dengan ayahnya, yang tidak lain adalah ibunya.

Ketiga wanita tersebut diceritakan bernama Emily, Summer, dan April. Emily adalah teman sekampus Will sekaligus kekasihnya. Karir yang menjanjikan membuat Will pindah dari Wisconsin ke New York untuk mengikuti kampanye tim sukses Bill Clinton. Karirnya yang berkembang berbanding terbalik dengan kehidupan cintanya saat Emily mengaku berselingkuh dengan sahabat Will sendiri. Hubungan mereka akhirnya putus walaupun Will sudah terlanjur melamar Emily.

Kemudian ada Summer, seorang jurnalis yang merupakan sahabat Emily. Hubungan antara Will dan Summer awalnya hanya sebatas teman, tapi akhirnya mereka menjalin hubungan yang cukup serius. Bahkan, Will sempat bertunangan dengan Summer. Tapi hubungan mereka pun berakhir saat Summer melakukan sesuatu yang membuat karir Will terancam.

Terakhir ada April, seorang copy girl di tempat Will bekerja. Pembawaan April yang ceria dan cerdas membuat Will tertarik, meskipun hanya menganggapnya sebagai sahabat. Lama kelamaan April mulai menyadari bahwa orang yang selama ini dicintainya adalah Will. Tapi ia mengurungkan niat untuk menyatakan perasaannya karena saat itu Will akan bertunangan dengan Summer. Di lain waktu, saat Will juga mulai menyadari perasaannya terhadap April, ternyata gadis tersebut sudah menjalin hubungan dengan pria lain. Ditambah dengan kegundahan akan kelanjutan karirnya, Will mulai beralih menjadi peminum berat. Di saat ia memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaannya pada April, Will malah mengacaukan segalanya dengan menyinggung perasaan gadis tersebut. Hubungan mereka pun akhirnya berantakan.

Dengan semua konflik dalam kehidupan percintaannya, siapakah akhirnya yang akan dipilih Will untuk menjadi istrinya? Bisakah Maya menebak siapa diantara ketiga wanita tersebut yang akhirnya menjadi ibunya? Yup, banyak pertanyaan yang membuat saya penasaran saat menonton film ini. Itulah keunikan dari film ini, sebuah komedi romantis yang menyimpan banyak misteri. Misterinya memang tidak akan membuat kita tegang layaknya menonton sebuah film horor, tapi pasti bikin geregetan. Rasa penasaran saya akan siapa wanita yang akhirnya menjadi istri Will memang terjawab, tapi ternyata bukan itu inti sebenarnya dari film ini. Menemukan orang yang tepat, itulah inti yang saya tangkap dari film ini. Pesan saya : mantapkan pilihan anda sebelum memutuskan untuk berumah tangga. LOL

Selain unsur misteri yang jarang ditemui di film romcom lain, performa para pemainnya yang apik juga cukup menarik perhatian saya. Interaksi antara Ryan Reynolds dan Abigail Breslin begitu enak disimak. Rachel Weisz, Elizabeth Banks, dan juga Isla Fisher memancarkan pesona aktingnya masing-masing, yang membuat karakter mereka tidak hanya muncul sebagai pemanis belaka. Didukung dengan naskah yang memuat dialog-dialog cerdas dan menggelitik, menjadikan film ini sebagai sebuah tontonan yang menghibur sekaligus berbobot. Sangat direkomendasikan bagi penikmat film komedi romantis, juga penikmat film pada umumnya yang mengharapkan sebuah tontonan yang segar dan berbeda.

8/10

The Dark Knight (2008)

Genre : Action/Crime/Thriller

Pemain : Christian Bale, Heath Ledger, Aaron Eckhart, Michael Caine, Gary Oldman, Morgan Freeman, Maggie Gyllenhaal

Sutradara : Christopher Nolan

Penulis : Christopher Nolan, Jonathan Nolan, David S. Goyer

Produser : Ch
ristopher Nolan, Charles Roven, Emma Thomas

Distributor : Warner Bros.

Durasi : 152 menit

The Joker : "Why so serious?"


Dengan kehadiran Batman Begins yang seolah memberi nyawa baru pada saga sang manusia kelelawar ini, membuat saya lupa akan ke-corny-an Batman & Robin. Di tangan Christopher Nolan, sosok Batman jadi lebih bisa diterima sebagai sosok superhero yang manusiawi. Pemilihan Christian Bale sebagai Bruce Wayne juga sangat cocok menurut saya. Jajaran supporting cast yang berkualitas seperti Michael Caine, Morgan Freeman, sampai Gary Oldman, juga patut diapresiasi. Cerita yang lebih gelap dan lebih real dibanding seri Batman sebelumnya, semakin menegaskan bahwa ini adalah franchise baru Batman yang lebih dewasa. Dengan pijakan awal yang sudah sangat mantap, masa depan franchise ini dijamin tidak bakal sesuram alur ceritanya.

Masih melanjutkan sepak terjang Bruce Wayne dengan alter-egonya— Batman dalam menumpas kejahatan di kota Gotham, film ini menjanjikan alur cerita yang lebih seru. Dibuka dengan adegan perampokan sebuah bank yang penuh tipu muslihat. Di akhir scene perampokan ini, penonton diperkenalkan pertama kali pada sosok The Joker (yang diperankan dengan gemilang oleh alm. Heath Ledger). Pertama kali melihat tampangnya, saya sudah merasakan kalau sosok Joker kali ini memang pantas disebut psycho. Hilang sudah imej komikal yang melekat dalam karakter Joker versi Jack Nicholson dulu. Ditambah dengan tingkah lakunya yang ajaib, lengkap sudah sosok villain yang ideal untuk membuat Batman kerepotan. Selain kehadiran Joker, para kriminal dan gangster yang sudah lama bersarang di Gotham juga semakin membuat sang manusia kelelawar ini gerah.

Selain beraksi dalam sosok Batman, ia juga mesti menjalani kehidupan "normal"nya sebagai Bruce Wayne. Hubungannya dengan teman masa kecilnya, Rachel Dawes (Maggie Gyllenhaal), mulai renggang. Rachel kini menjalin hubungan dengan Harvey Dent (Aaron Eckhart), seorang jaksa wilayah baru di Gotham. Melihat potensi yang dimiliki Harvey, Bruce (dalam sosok Batman) mengajaknya untuk bekerjasama dalam menumpas segala bentuk kejahatan di Gotham. Selain itu, Batman juga masih mendapat dukungan dari rekan-rekan lamanya, seperti Lt. James Gordon (Gary Oldman), Lucius Fox (Morgan Freeman), dan tak ketinggalan juga pelayan setianya Alfred (Michael Caine).

Wow! Setelah selesai menonton film ini, saya benar-benar kehilangan kata-kata. It's absolutely amazing! Jauh melebihi ekspektasi saya. Bukan hanya berhak mendapat predikat sebagai film superhero terbaik yang pernah dibuat, film ini juga secara resmi menjadi salah satu film terbaik yang pernah saya tonton. Dan kalau selama ini saya termasuk orang yang skeptis, bahwa sebuah film superhero (esp. from comic book) tidak akan pernah mungkin masuk nominasi Best Picture di ajang Academy Awards, maka anggapan tersebut sudah sirna sudah karena film ini memiliki kualifikasi untuk diperhitungkan di ajang tersebut. Dari mulai naskah yang semakin apik, penampilan ensemble cast-nya yang solid, sampai pada hal-hal teknisnya yang digarap dengan serius, menjadikan film ini sebagai m
asterpiece sekaligus pencapaian yang sangat tinggi dari seorang Christopher Nolan. Sutradara yang kerap membuat film-film bernuansa serius dan gelap ini berhasil menyajikan tontonan yang tidak hanya menghibur tapi juga berkualitas.

Dan yang patut diberi kredit tersendiri dalam film ini adalah penampilan dari Heath Ledger sebagai The Joker. Ledger yang harus meregang nyawa sebelum perilisan film ini, memberikan penampilan terakhirnya yang sangat jenius dan memorable. Dari mulai mimik wajah sampai gesture dan cara bicaranya benar-benar menghidupkan tokoh Joker. Saya cukup yakin kalau aktingnya disini akan mendapatkan banyak apresiasi dalam bentuk berbagai penghargaan, tidak terkecuali satu buah piala Oscar.

Overall, it's definitely a must see masterpiece. And it's one of my favourite movies of all time.

10/10

Friday, July 18, 2008

Step Up 2 The Streets (2008)

Genre : Drama/Music/Romance

Pemain : Briana Evigan, Robert Hoffman, Cassie Ventura, Adam G. Sevani

Sutradara : Jon Chu

Penulis : Toni Ann Johnson, Karen Barna

Produser : Patrick Wachsberger, Erik Feig, Adam Shankman, Jennifer Gibgot

Distributor : Summit Entertainment

Durasi : 98 menit



Moose : "Yeah, we're her crew
! We're getting ready to battle at the streets."
Felicia : "What street? Sesame Street?"


Dalam menonton sebuah film, biasanya saya mengharapkan alur cerita yang menarik untuk disimak. Tapi terkadang, alur cerita yang standard tanpa perkembangan yang menarik tidak begitu saya
permasalahkan selama film yang saya tonton punya faktor kuat yang layak disimak. Dan film ini ternyata masuk kategori tersebut.

Tokoh utama di film ini adalah Andie West (Briana Evigan), seorang remaja yang tergabung dalam kru penari jalanan 410 di Baltimore, Maryland. Ulah kru 410 yang sering membuat keributan di tempat umum membuat resah banyak pihak, termasuk Sarah (Sonja Sohn), orang yang selama ini bertanggungjawab mengurus Andie sejak ibunya meninggal. Dengan perilaku Andie bersama kru 410 yang dianggapnya sudah kelewatan, Sarah berniat mengirim Andie ke Texas untuk tinggal bersama bibinya. Tentu Andie menolak karena ia sudah menganggap kru 410 sebagai keluarganya sendiri.

Kesempatan untuk tetap tinggal di Baltimore akhirnya datang saat Andie bertemu kembali dengan Tyler Gage (Channing Tatum, tokoh utama di Step Up pertama), yang merupakan figur kakak bagi Andie. Ia menyarankan Andie untuk menyalurkan bakatnya di Maryland School of the Arts (MSA), tempat yang dulu berjasa merubah jalan hidup Tyler. Meski sempat menolak, akhirnya Andie menyetujui ide ini. Dengan bantuan Tyler, Andie berhasil meyakinkan Sarah agar ia diberi kesempatan untuk berubah dengan bersekolah di MSA.

Setelah mengikuti audisi, akhirnya Andie diterima di MSA. Hal ini ternyata tidak membuat hidup Andie semakin mudah. Justru ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang bertolak belakang dengan dunia yang selama ini ia jalani. Ia juga harus bisa menyesuaikan jadwalnya di MSA agar ia bisa tetap kumpul dengan kru 410, yang saat ini sedang giat-giatnya berlatih untuk menghadapi The Streets, sebuah ajang dance underground yang mempertemukan para street dancers di Baltimore untuk berkompetisi.

Jadwal tambahan di MSA membuat Andie sering terlambat latihan dan berdampak dengan didepaknya ia dari kru. Di tengah keputusasaannya, muncul Chase Collins (Robert Hoffman), yang menyarankan Andie untuk membentuk kru baru. Chase yang merupakan adik dari kepala sekolah MSA, sudah lama mengagumi bakat Andie sejak bertemu di sebuah dance clubThe Dragon. Dengan bantuan Chase, Andie berhasil merekrut siswa-siswa di MSA yang ternyata berbakat nge-dance. Pihak MSA yang melarang siswa-siswanya untuk mengikuti kompetisi ilegal membuat Andie bersama kru barunya harus berlatih secara sembunyi-sembunyi. Ditambah dengan sikap kru 410 yang seolah melarang Andie dan kru-nya mengikuti ajang The Streets, membuat perjuangan mereka semakin berat. Akankah mereka berhasil tampil di The Streets?

Dengan segala keklise-annya, surprisingly saya cukup terhibur dengan film ini. Gerakan tari yang lebih spektakuler dibanding film sebelumnya, otomatis jadi daya pikat utama dari film ini. Chemistry antara Briana Evigan dan Robert Hoffman juga enak dilihat, terutama saat mereka menunjukkan kebolehan masing-masing saat menari. Semua pemain pendukungnya yang memang jago nge-dance juga jadi poin plus film ini. Selain itu, musik yang didominasi oleh lagu-lagu yang sedang nge-hits juga menambah keasyikan film ini. Kesimpulannya, film ini berhasil lolos dari keterpurukan berkat jualan utamanya yang sangat menonjol. Memang terkesan segmented, tapi tampaknya saat ini masih banyak orang yang suka dengan jenis film yang mengutamakan nilai hiburan pop seperti ini, terutama anak muda yang merupakan pangsa pasar terbesar dari tontonan sejenis.

6/10